Notification

×

Iklan

Iklan

"SAMPYONG" Seni Budaya Asli Butuh Perhatian Pemkab Majalengka

Sabtu, April 05, 2025 | April 05, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-05T06:19:11Z


Media Jejakinvestigasi.id ||

Majalengka - Beladiri atau Kesenian Budaya Sampyong adalah Seni Budaya asli yang berasal dari kabupaten Majalengka, mulai berdiri pada abad ke 14, Sampyong itu sendiri berawal dari kata sampiyuhan yang artinya (adu nyali kekuatan dan ketangkasan beladiri). Sabtu 5 April 2025.


Pada waktu itu Sampyong merupakan sarat seleksi masuknya Pamitran (pasukan pengawal dan abdi dalem kerajaan).


Yang menjadi tokoh jawara sa'at itu bernama Ki Peres Suranenggala, ia adalah merupakan tokoh jawara Sampiyuhan atau Sampyong yang paling disegani .


Pada abad ke 18 Ki Bagus Rangin membentuk suatu wadah seni Beladiri Sampyong yang dinamakan Jayang Sekar.


Dikumpulkanlah para pemuda tangguh untuk dilatih sebagai garda terdepan guna persiapan dari ancaman yang datang dari luar yang akan mengganggunya dari ketentraman.


Para pelaku seni Sampyong harus mempunyai kekuatan sepiritual yang mumpuni,karena kalau polos atau orang biasa yang tidak punya kekuatan batin akan berakibat fatal akibat dari pukulan rotan karena si pemukul akan memukul dengan sekuat tenaganya.


Ki Aduy Mangku Bumi Ketua Padepokan Karang Kamuning Sari atau lebih akrab di panggil UU saat ditemui awak media di kediamanya menjelaskan, dirinya berharap pemerintah kabupaten Majalengka khususnya dinas terkait lebih peduli terhadap seni Sampiyuhan atau Sampyong terlebih seni budaya Sampyong ini asli dari Kabupaten Majalengka yang saat ini pelaku Seninya semakin berkurang dan terancam punah.


"Pada tahun 1960  bermunculanlah group seni sampyong dimana-mana seperti di kelurahan Cijati, Kulur dan Cibodas kecamatan Majalengka. 


Kelurahan Simpeureum, Cigasong dan Baribis kecamatan Cigasong, Desa Babakan Manjeti kecamatan Sukahaji, Desa Panyingkiran, Jatipamor, Pasirmuncang, Kiarapandak desa Karyamukti kecamatan Panyingkiran, Desa Mandapa, Balida kecamatan Dawuan Desa Kertajati kecamatan Kertajati, Desa Jatitujuh dan Biyawak kecamatan Jatitujuh.


Pemain sampiyuhan atau sampyong meliputi dua orang yang saling pukul silih berganti dengan menggunakan alat peraga yang bernama rotan.


Rotan itu sendiri berdiameter 60 cm untuk dipakai sebagai alat pemukul terhadap lawannya, pukulan dalam pertarungan sampyong sebanyak tiga kali pukulan dan pemukul dibatasi dari mulai pinggul sampai mata kaki" jelas Ki Aduy.


Permainan ini tidak memakai durasi tapi yang dipakai adalah banyaknya pukulan, yaitu setiap pemain berhak memukul lawannya sebanyak tiga kali pukulan dan silih berganti memukul.


"Adapun yang mengatur jalanya permainan adalah Malandang atau dengan kata lain sama dengan wasit.


Kemudian permainan Sampyong itu sendiri diiringi dengan gamelan  seperti gendang, go'ong, tarompet, kolenang, kecrek dan diiringi oleh lantunan kawih juru kawih atau yang biasa disebut sinden.


Permainan sampyong dewasa ini telah melakukan traspormasi, kerena zaman dulu kala ketika itu pelaku sampyong banyak yang cedera bahkan ada yang patah tulang bahkan meninggal dunia.


Untuk mengantisipasi adanya korban tersebut maka padepokan sampyong sepakat mengadakan traspormasi untuk menjaga supaya tida ada korban di dalam permainan sampyong itu sendiri.


Pada sa'at ini yang masih melestarikan seni budaya sampiyuhan atau sampyong adalah Padepokan Karang Kamuning Sari yang dipimpin oleh Ki Aduy Mangku Bumi atau lebih akrab disebut UU yang beralamatkan di kelurahan Cijati.


Kemudian Padepokan Braja Manggala yang dipimpin oleh abah Dedi dan beralamatkan di desa Kulur" pungkasnya.**



Redaksi / Abah Iwok

×
Berita Terbaru Update