Jejakinvestigasi.id | Jakarta, Gemuruhnya gelombang Aksi May Day (Sabtu, 24/5) masih terasa dan terdengar di telinga penulis, dimana aksi tersebut merupakan gabungan dari sejumlah organisasi besar buruh nasional, antara lain KSPSI, KSPI, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).
Aksi May Day Fiesta telah membawa 18 tuntutan, di antaranya menolak upah murah, menolak omnibus law UU Cipta Kerja, menghapus sistem outsourcing, menurunkan harga bahan pokok, dan menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Hiruk pikuk teriakan dan jeritan buruh telah melukiskan kesadaran akan cemasnya nasib hidup mereka yang semakin terpasung oleh regulasi semu, khususnya Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Penulis teringat pada tahun 2020 saat awal pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR dan pemerintah memang sudah menuai kritikan dari para tokoh dan kalangan akademisi serta buruh karena isi materinya dianggap merugikan pekerja. Walaupun kritikan dan saran untuk dihentikan, tetapi proses pembahasan dan penyusunan UU tersebut terus berlanjut dan terkesan seakan dipaksakan serta tergesa-gesa, akhirnya pada bulan Oktober 2020 disahkan oleh DPR dan resmi ditandatangani oleh Presiden pada 2 November 2020.
Kenapa Omnibus Law UU Cipta Kerja ini dianggap merupakan regulasi semu?
Pertama; UU ini tidak jelas untuk kepentingan siap? terlihat sangat menonjol saat proses pembahasannya tidak sesuai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan pada umumnya, dinilai minim partisipasi publik dan sangat tergesa-gesa serta dipaksakan, seakan ada titipan politik yang sangat kuat.
Kedua; UU ini terlihat tidak berpihak kepada buruh dan masyarakat kecil tetapi lebih cenderung keberpihakan kepada investor dan pekerja asing, hal ini pernah disampaikan oleh pengamat politik dari Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie, "Memang UU ini agak kontroversi. Paling diuntungkan justru investor dan pekerja asing".
Ketiga: UU ini dianggap dan dinilai banyak merugikan buruh, nelayan dan kelompok masyarakat lain.
Secara umum menurut konsep ideal bahwa dampak positif dari Omnibus Law UU Cipta Kerja ini adalah dapat menguatkan kebijakan moneter, inflasi, kebijakan fiskal yang akomodatif dan mempercepat belanja infrastruktur serta dinilai bisa memangkas birokrasi yang sebelumnya berbelit dan tidak efisien.
Tetapi harus disadari bahwa UU ini berdampak negatif yang sangat besar bagi para buruh atau pada klaster ketenagakerjaan terdapat pasal-pasal yang sangat merugikan buruh antara lain; Adanya sistem Kerja Kontrak yang merugikan, Praktik Outsourcing semakin meluas, Waktu kerja eksploitatif seakan tidak manusiawi, Berkurangnya hak cuti dan istirahat termasuk penghapusan cuti bagi wanita yang melahirkan dan Pekerja rentan alami PHK serta beberapa yang dihapus, seperti upah minimum, pesangon, jaminan sosial, sanksi pidana bagi pengusaha dan banyak lagi pasal-pasal yang dianggap sangat merugikan pihak buruh.
Maka penulis sangat mendukung terhadap aksi demo pada acara May Day Fiesta dan mengucapkan;
"Selamat Buruh Sedunia, selamat berjuang dalam menuntut hak-hak yang telah terampas dan semoga berhasil !"
Sebagai penutup penulis sampaikan kembali ungkapan diatas;
"Hiruk pikuk teriakan dan jeritan buruh telah melukiskan kesadaran akan cemasnya nasib hidup mereka yang semakin terpasung oleh regulasi semu, khususnya Omnibus Law UU Cipta Kerja".
Pers rilis/Penulis Ketua DPD AWI JABAR Aceng Syamsul Hadie, S.Sos.,MM :
Pemerhati media/pers, dosen dan
Mantan anggota DPRD 3 (tiga) periode.