Notification

×

Iklan

Iklan

Aceng Syamsul Hadie: Legalitas Wartawan diatur Dalam UU Pers, Bukan ditentukan Oleh Dewan Pers.

Senin, Agustus 18, 2025 | Agustus 18, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-08-18T04:46:15Z

 


Jejakinvestigasi.id || Jakarta - Berawal dari statement oknum Dewan Pers yang menyatakan bahwa legalitas wartawan harus memiliki Sertifikat UKW (Uji Kompetensi Wartawan) atau SKW (Sertifikat Kompetensi Wartawan) dari dewan pers dan harus masuk ke Organisasi Wartawan dan perusahaan pers yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers, apabila tidak maka kedudukan Wartawan adalah illegal, abal abal dan atau yang sering disebut wartawan bodrek. Narasi ini pun sudah menjadi konsumsi umum dan seakan di-iyakan oleh para pejabat daerah dan Aparat Penegak Hukum (APH).


"Legalitas wartawan diatur dalam UU Pers, bukan ditentukan oleh Dewan Pers", ungkap Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM. selalu Ketua Dewan Pembina DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan International) dan Pemred Media Jejak Investigasi.id


Narasi sesat ini sudah menjadi pemicu perpecahan internal insan pers nasional sampai sekarang dan telah mengundang reaksi kecaman dan kemarahan sebagian besar insan pers karena dirasakan ada perlakuan diskriminatif dari aparat pemerintah daerah dan APH terhadap wartawan, perbedaan sikap terhadap wartawan  konstituen Dewan Pers dan wartawan bukan konstituen nya. 


"Untuk itu perlu dikaji secara mendalam tentang status wartawan menurut UU Pers No. 40 Tahun 1999, agar tidak terjadi kerancuan atau gagal paham", tambah Aceng Syamsul Hadie. 


Aceng menerangkan bahwa wartawan tidak wajib terdaftar di Dewan Pers. Berdasarkan UU Pers No. 40 Tahun 1999 bahwa tidak ada klausul satupun dari ayat atau pasal yang menerangkan bahwa wartawan, perusahaan pers dan organisasi wartawan wajib terdaftar di Dewan Pers. Justru sebaliknya bahwa dengan dikucurkan dana milyaran rupiah ke dewan pers dari pemerintah maka sesuai tugas pokoknya dewan pers harus mendata perusahaan pers dan organisasi wartawan yang ada di Indonesia. 


Jadi jelas bahwa wartawan dapat bekerja di perusahaan pers yang tidak terdaftar di Dewan Pers dan tetap menjalankan tugas jurnalistik.


Sekedar informasi, bahwa konstituen Dewan pers hanya kelompok minoritas yang berjumlah 11 organisasi wartawan dari 55 organisasi wartawan se-Indonesia, artinya hanya 20 persen dari jumlah insan pers nasional, sedangkan diluar konstituen Dewan Pers adalah kelompok mayoritas yang jumlahnya sekitar 80 persen dari keseluruhan insan pers nasional. 


Aceng juga menjelaskan bahwa  legalitas wartawan bukan harus memiliki sertifikat UKW atau SKW, untuk diketahui bahwa kompetensi wartawan adalah sarana pengujian kemampuan wartawan untuk memahami, menguasai, dan menegakkan profesi jurnalistik atau kewartawanan serta kewenangan dalam menentukan sesuatu di bidang kewartawan. 


Adapun lembaga yang memiliki kewenangan mengadakan pelaksanaan kompetensi wartawan dan diakui negara adalah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pers Indonesia di bawah otoritas Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan sertfikat kompetensi wartawan yang sah adalah berlogo lambang negara Burung Garuda, bukan logo lainnya yang tidak diakui negara. Aturan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, serta didukung pengawasannya oleh Ombudsman Republik Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia.


Terakhir Aceng menegaskan bahwa dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 pada Pasal 1 dan Pasal 7 sangat jelas syarat menjadi wartawan, yaitu:


1. Menguasai Keterampilan Jurnalistik.

2. Mematuhi Etika Jurnalistik.

3. Menjadi anggota organisasi wartawan sesuai pilihan dan organisasi tersebut sudah berbadan hukum.

4. Memilki Kartu Tanda Anggota (KTA) dan Surat Tugas dari perusahaan pers yang sudah berbadan hukum.


"Dari penjelasan ini, semoga wartawan darimana saja organisasinya dan perusahaan pers mana saja agar bisa bekerja dengan baik dan tidak ada keraguan lagi menjalankan tugas jurnalistiknya serta tidak terjebak pada isu dan narasi yang menyesatkan", pungkasnya.***



Sumber: 

Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM.

×
Berita Terbaru Update