![]() |
Pembangunan Alfamart Samping Pabrik TLI Banjaran Kecamatan Sumberjaya Diduga belum Berijin (Doc.Photo Awak Media JI) |
Media Jejakinvestigasi.id ||
Majalengka – Konsep tempat perbelanjaan modern telah menggeser kebiasaan berbelanja. Masyarakat pun sudah cukup sering berbelanja di minimarket, supermarket hingga hypermarket. Rabu (29/01/2025)
Adapun prospek minimarket di tanah air bisa dibilang cukup menjanjikan, bisnis ini juga terbukti mampu bertahan di situasi krisis karena memang menjual kebutuhan sehari-hari masyarakat. Bahkan, minimarket kini bisa membantu banyak orang untuk melakukan transaksi pembelian pulsa, pembayaran tagihan, top up e-wallet, dan beragam transaksi lainnya.
Minimarket ini sudah tersebar luas di banyak kota di Indonesia dan sudah cukup akrab menyapa sebagian besar masyarakat dalam membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Alfamart merupakan “brand” minimarket yang dimiliki oleh PT. Sumber Alfaria Trijaya Tbk.
Pertumbuhannya pun terus merangkak naik, dimana pembangunan swalayan merupakan bisnis ritel yang cukup menjanjikan dan banyak di minati oleh masyarakat, terbukti adanya pembangunan toko Alfamart yang berlokasi di Banjaran Samping Pabrik TLI / Depan Parkiran Pabrik Nabati, kecamatan Sumberjaya Kabupaten Majalengka.
Pendirian bangunan Toko Ritel Alfamart di lokasi tersebut, disinyalir belum memiliki izin, sehingga tanpa memasang papan Informasi Publik tentang perijinan pendirian bangunan atau PBG ( Persetujuan Bangunan Gedung). Dimana dalam mendirikan bangunannya, dan diduga kuat belum mengantongi izin.
“Saat Awak Media Menyambangi Lokasi pembangunan. Pada Selasa (28/01/2025) dengan salah satu mandor Kontruksi YD (45) dirinya mengatakan Maaf, saya hanya melaksanakan pembangunan saja, sedangkan untuk pembuatan izin bukan urusan saya. Karena ada bagian yang membuat perizinannya, Silahkan tanya langsung pada pemilik atau Mandor Amad asal Kec.Jatitujuh katanya.
Dengan jawaban seperti itu, kuat dugaan bahwa pembangunan Alfamart itu belum mengantongi PBG yang merupakan sarat mutlak dalam mendirikan bangunan untuk usaha dan perusahaan.
Sementara Kades Banjaran Hj. Susilo Purnawati saat dikonfirmasi lewat Aplikasi Watshap menjelaskan pembangunan Alfa tersebut berdiri di tanah Desa pada jamannya kades Erik di sewa selama 15 Tahun oleh pa H.Sutrisno dan terkait ijin kepemdes sudah ada namun kami mengajukan persyaratan sebelum memberikan ijin asal warganya diberdayakan, namun jujur pa.! Hanya dua hari sampe sekarang pembangunan berjalan ga ada warga pribumi, kami sangat kecewa dan merasa dibohongi, bahkan saat saya menghubungi kembali melalui Aplikasi Watshap pemilik nya susah untuk komunikasi, kami hanya mau menanyakan komitmen awal sebelum memberikan ijin berdayakan warga Banjaran, untuk agar lebih jelas awak media dipersilahkan untuk silaturahmi ke Desa."Jelasnya
Untuk memelihara iklim berusaha dan persaingan hendaknya Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka khusus nya dan Jawa barat pada umumnya membatasi banyak berdirinya Toko Rotel dan harus tegas dalam perijinan nya, kalau perlu di tutup dulu pembangunan nya sebelum memasang papan informasi publik yang menyatakan sudah berijin baik ijin usaha maupun ijin mendirikan bangunan atau PBG. (R-14N)
Terkait hal tersebut, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA angkat bicara. Lalengke mengatakan, jika benar bngunan/gedung yang sedang dalam penyelesaian pembangunannya itu tidak memiliki IMB (PBG), maka seharusnya dihentikan proses pembangunannya sampai dengan ijin mendirikan bangunan itu diterbitkan pihak terkait.
“Yaa, jika benar dibangun tanpa memiliki IMB (PBG), berarti ada pelanggaran Undang-Undang di sana, proses pembangunannya harus dihentikan.
Apabila sudah selesai pembangunannya namun belum mengantongi IMB (PBG), berarti masuk kategori bangunan illegal dan harus dihentikan atau dirobohkan. Itu bukan menurut saya, tapi kata Undang-Undang yaa,” jelas Lalengke yang menyelesaikan studi Master in Applied Ethics di Utrecht University, Belanda, dan Linkoping University Swedia itu.
Lebih jauh, dia menjelaskan tentang IMB (PBG) dan peraturan terkait masalah tersebut. Ijin Mendirikan Bangunan adalah dokumen yang berisi perizinan, yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah setempat kepada pemilik bangunan yang ingin membangun, merobohkan, menambah atau mengurangi luas, atau pun merenovasi suatu bangunan.
Terkait IMB (PBG) ini diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG) dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (PP No. 36/2005).
Secara tekstual, pengertian IMB (PBG) dituangkan dalam Pasal 1 ayat (6) PP No. 36/2005, yakni: “Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.”
Kewajiban memiliki IMB (PBG) bagi setiap pemilik bangunan gedung diatur oleh Pasal 7 ayat (3) UUBG yang berbunyi: “Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.”
Ketentuan ini dipertegas lagi dalam Pasal 8 ayat (1) poin (c) UUBG: “(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku [2].”
Implementasi dari Pasal 7 dan 8 UUBG tersebut diterangkan dalam Pasal 14 ayat (1) PP No. 36/2005 sebagai berikut: “Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung [3].”
Sanksi atas pelanggaran peraturan ini cukup berat. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 44 UUBG yang berbunyi: “Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.”
Secara khusus, pembongkaran bangunan yang tidak mengantongi IMB (PBG) diatur dalam pasal Pasal 39 ayat (1) poin (c) UUBG: “(1) Bangunan gedung dapat dibongkar apabila: a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki; b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya; c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.”
Ketentuan Pasal 39 dan 44 UUBG tersebut secara eksplisit dijabarkan dalam Pasal 115 ayat (1) dan (2) PP No. 36/2005 yang menyebutkan: “(1) Pemilik bangunan gedung yang melaksanakan pembangunan bangunan gedungnya melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung. (2) Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran.”
Tidak hanya itu, pelanggaran atas UUBG juga diberikan sanksi tambahan, sebagaimana diatur pada Pasal 45 ayat (2) UUBG yang menyatakan: “(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun."Pungkasnya
Sampai berita ini diterbitkan, pihak pengembang maupun pemilik belum bisa dimintai keterangan.
Pewarta.
(Yudi Hidayat)