Notification

×

Iklan

Iklan

Anak Nakal atau Anak Aktif? Begini Cara Bijak Menyikapinya

Rabu, September 24, 2025 | September 24, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-24T14:10:40Z

Ilustrasi Anak Bermain 

Jejakinvestigasi.id ||  Di setiap lingkungan tempat tinggal, selalu ada “bintang kecil” yang tingkah lakunya bikin suasana hidup. Kadang mereka datang mengetuk bel rumah orang tanpa alasan jelas, berteriak-teriak saat kita sedang rebahan, atau tiba-tiba nongol di teras hanya untuk minta Wi-Fi. Tingkah polos tapi menggemaskan ini sering membuat orang dewasa geleng-geleng kepala.


Ada kalanya kita tertawa, ada kalanya kesal, bahkan mungkin ingin pindah ke tempat yang lebih sepi. Namun, tanpa kehadiran mereka, suasana lingkungan pasti akan terasa lebih hambar. Pertanyaannya, bagaimana cara terbaik menyikapi anak-anak dengan kelakuan seperti ini? Haruskah kita marah, diam, atau justru ikut tertawa bersama mereka?


Berikut beberapa sudut pandang yang bisa menjadi pegangan untuk menghadapi “anak nakal” di sekitar kita, dengan cara yang lebih manusiawi, santai, dan penuh makna.


1. Bedakan Nakal dan Aktif

Tidak semua tingkah yang dianggap “nakal” benar-benar masuk kategori kenakalan. Banyak anak sesungguhnya hanya aktif, penuh energi, dan rasa ingin tahu. Misalnya, anak tetangga mondar-mandir dengan mobil-mobilan atau bermain bola di depan rumah. Itu bukan perilaku menyebalkan, hanya cara mereka menyalurkan energi berlebih.


Masalahnya, orang dewasa yang sudah lelah seharian bekerja sering cepat tersulut emosi. Label “nakal” pun dengan mudah ditempelkan, padahal sebenarnya mereka hanya butuh ruang untuk bermain dan bereksplorasi. Jika kita bisa sedikit lebih sabar, kita akan sadar bahwa tingkah itu hanyalah ekspresi jiwa kanak-kanak yang masih polos.


2. Pahami Latar Belakangnya

Anak yang terlihat “mengganggu” seringkali bukan karena niat jahat. Bisa jadi, ia sedang mencari perhatian karena orang tua sibuk bekerja, atau karena di rumah tidak ada teman bermain. Bahkan, sebagian anak melampiaskan energinya ke luar rumah karena di dalam rumah terlalu sempit untuk berlarian.


Di titik ini, empati kita diuji.


Bukankah dulu kita juga pernah jadi anak kecil yang suka bertamu ke rumah tetangga hanya untuk ikut bermain? Menempatkan diri pada posisi mereka akan membuat kita lebih lapang dada. Sebelum marah, tanyakan pada diri: “Kalau dia anakku, aku ingin orang lain menyambut atau justru menolak kehadirannya?”


3. Bicara dengan Bahasa Mereka

Menegur anak tidak harus dengan nada keras. Sebaliknya, gunakan bahasa yang sesuai dengan dunia mereka. Misalnya, daripada berkata “Diam, berisik!” cobalah dengan pendekatan kreatif: “Siapa yang bisa ngomong pelan kayak ninja, nanti dapat hadiah permen.”


Teguran kreatif seperti ini lebih efektif karena anak merasa dipahami dan diajak bermain, bukan ditakuti. Anak yang dimarahi dengan cara keras biasanya tidak memahami apa salahnya, malah bisa menyimpan rasa takut atau bahkan dendam.


4. Ajak Main atau Ngobrol

Daripada menjauh, kadang justru solusi terbaik adalah mendekat. Ajak mereka bermain atau sekadar ngobrol santai. Anak-anak yang merasa dekat biasanya lebih mudah diatur.


Bahkan, jangan salah: anak-anak ini sering menjadi “wartawan kampung” yang tahu segalanya. Mereka bisa memberi informasi siapa yang baru membeli motor, siapa yang sedang punya acara hajatan, sampai jadwal tukang cilok lewat. Dekat dengan mereka, berarti juga dekat dengan sumber informasi paling update di lingkungan.


5. Tetapkan Batasan dengan Sopan

Meski penuh kesabaran, tetap harus ada batas. Jika tingkah mereka sudah membahayakan—melempar batu, memanjat pagar, atau merusak tanaman—kita wajib menegur. Namun, cara menegurnya penting diperhatikan.


Jangan memarahi mereka di depan teman-temannya, karena anak-anak sangat sensitif terhadap rasa malu. Lebih baik ajak mereka bicara empat mata di tempat yang tenang, lalu jelaskan dengan lembut mengapa perbuatannya berbahaya atau salah. Dengan begitu, teguran akan lebih mudah diterima.


6. Jangan Dibawa Perasaan

Kunci menghadapi anak-anak adalah tidak terlalu memasukkan ke hati. Mereka belum sepenuhnya paham norma sosial. Kalau kita tersinggung setiap kali mereka usil, justru kita sendiri yang akan stres.


Kadang, solusi terbaik adalah tarik napas dalam-dalam, lempar senyum tipis, lalu mengalihkan perhatian. Jangan sampai kita terlihat terlalu reaktif, karena bagi anak, melihat orang dewasa “meledak” bisa jadi hiburan tersendiri dan mereka pun akan mengulanginya.


7. Alihkan Energi dengan Kreativitas

Anak-anak suka diberi “misi khusus”. Daripada mereka berulah, berikan peran yang membuat mereka merasa penting: minta tolong mengambil galon, menyapu halaman, atau ikut lomba kecil. Tentu saja, jangan lupa sertakan hadiah kecil seperti permen, stiker, atau sekadar ucapan terima kasih.


Cara ini tidak hanya mengurangi kenakalan, tapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kebersamaan.


Perspektif Islam: Anak adalah Amanah


Dalam Islam, anak-anak bukan sekadar makhluk kecil yang kadang merepotkan, melainkan amanah dari Allah SWT. Rasulullah ﷺ sendiri dikenal sangat lembut terhadap anak-anak, bahkan ketika mereka “mengganggu.” Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, diceritakan cucu beliau pernah naik ke punggungnya saat shalat, namun Nabi tetap bersabar dan melanjutkan shalat tanpa mengusir cucunya.


Ulama besar seperti Imam

An-Nawawi menekankan pentingnya mendidik anak dengan kasih sayang. Menegur itu perlu, tapi harus dengan hikmah. Amarah yang berlebihan justru akan menutup pintu hati mereka dari nasihat.


Dengan kesabaran, kelembutan, dan sedikit kreativitas, setiap interaksi dengan anak-anak bisa menjadi ladang pahala. Siapa tahu, perhatian kecil yang kita berikan hari ini akan menjadi bekal berharga bagi mereka untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan.


Anak-anak yang kadang kita anggap “nakal” sebenarnya adalah pelengkap warna di lingkungan. Mereka mengingatkan kita pada masa kecil, mengajarkan kesabaran, sekaligus menghadirkan tawa di tengah rutinitas.


Maka, alih-alih melihat mereka sebagai gangguan, mungkin sudah saatnya kita menempatkan mereka sebagai pengingat: bahwa hidup tak selalu harus serius, dan ada keindahan dalam suara tawa kecil yang kadang terdengar “berisik” di telinga kita.**

×
Berita Terbaru Update