Notification

×

Iklan

Iklan

Aceng Syamsul Hadie: STOP Kriminalisasi, Persekusi dan Intimidasi Terhadap Wartawan..!

Minggu, Juni 15, 2025 | Juni 15, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-15T01:07:42Z


Media Jejakinvestigasi.id ||

Jakarta - Peran pers sebagai pilar demokrasi maka Kebebasan pers sangat penting untuk menjaga dan mempromosikan nilai-nilai demokrasi. Pers yang bebas dan independen dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat, mengawasi kekuasaan, dan mempromosikan transparansi dan akuntabilitas. Tetapi realitas di lapangan masih marak terjadi kriminalisasi, persekusi dan intimidasi terhadap wartawan dalam beberapa bulan  terakhir ini, maka kebebasan pers hanya tinggal impian dan slogan saja.


"Stop kriminalisasi, persekusi dan intimidasi terhadap wartawan", ungkap Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., MM selaku  Ketua Dewan Pembina  DPP ASWIN (Asosiasi Wartawan Internasional) saat diminta pendapat tentang  kebebasan pers yang masih suram dan jauh dari harapan (15/06/2025).


Deretan peristiwa yang menimpa insan pers nasional, antara lain; Diduga kriminalisasi 3 wartawan dengan modus jebakan perangkap suap OTT pemerasan (penghapusan berita dengan imbal jasa) di Deli Serdang Sumut yang terkesan cacat hukum dan penuh rekayasa, kasus dugaan kriminalisasi terhadap tiga wartawan saat melakukan peliputan investigatif terkait dugaan keterlibatan oknum aparat dalam jaringan mafia bahan bakar minyak (BBM) subsidi ilegal di Blora. 


Belum lagi kasus persekusi dsn intimidasi, seperti terjadi tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan yang dialami oleh salah seorang wartawan Arief Arbianto di aceh, insiden persekusi penganiayaan terhadap empat wartawan yang tengah meliput aktivitas tambang emas ilegal (PETI) di Lubuk Toman Kecamatan Matan Hilir Selatan (MHS) Kabupaten Ketapang, insiden persekusi  pengeroyokan terhadap wartawan oleh orang yang mengaku dari Ormas ALJABAR di Kuningan Jawa Barat, insiden pemukulan, pengancaman dan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis oleh ajudan Kapolri saat peliputan di Semarang, dan insiden yang menjadi perhatian publik yaitu kasus intimidasi berbentuk teror kepala babi yang menimpa jurnalis Tempo Francisca Christy Rosana, serta masih banyak lagi yang lainnya di berbagai daerah.


"Dalam menjaga dan membangun kebebasan pers yang merdeka, seyogyanya Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya Kepolisian harus cepat tanggap atau gercep dalam menangani kasus-kasus yang menimpa wartawan bukan malah sebaliknya", tegas Aceng Syamsul Hadie yang juga selaku dosen dan alumni pondok modern Gontor (Gonsus'88).


"Wartawan dan kepolisian adalah mitra kerja dan memiliki hubungan yang sangat erat dalam berbagai aspek, antara lain; Sumber informasi, kerjasama dalam peliputan, pengawasan dan akuntabilitas dan meningkatkan kesadaran masyarakat. maka kedua belah pihak harus menjalin hungan yang baik, memiliki komunikasi yang efektif, saling menghormati, saling membutuhkan dan memahami peran serta tanggung jawab masing-masing", sambung Aceng Syamsul Hadie.


"Apalagi Mahkamah Konstitusi telah mencabut pasal-pasal karet seperti pencemaran nama baik dan Berita Bohong, dan yang lebih penting serta harus dipahami bahwa UU Pers itu merupakan UU Lex specialis derogat legi generali, yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis)", tambahnya.


"Artinya bahwa karya jurnalistik (pemberitaan di media) tidak bisa dihukumi oleh UU ITE dan KUHP, penanganan wartawan atas karyanya harus diatasi hanya oleh UU Pers tersendiri, dimana pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan dari wartawan bisa dilakukan dengan hak koreksi dan hak jawab  sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 11 dan 12 UU Pers No. 40/ 1999", pungkas Aceng Syamsul Hadie yang juga mantan anggota dewan DPRD Kabupaten Majalengka 3 (tiga) periode.**



(Tim Redaksi)

×
Berita Terbaru Update