Jejakinvestigasi.id | Saat ini, Indonesia tengah menghadapi gelombang ketiga Covid-19.
Gelombang ketiga Covid-19 ini akibat varian baru dari virus tersebut, yaitu Omicron.
Perlu diketahui, gejala Omicron dengan Delta terdapat perbedaannya.
Jika varian Delta memiliki keparahan yang tinggi, Omicron hanya memiliki gejala ringan, bahkan lebih seperti flu biasa.
Lalu, bagaimana ciri-ciri gejala Omicron bagi orang yang sudah divaksin lengkap?
Dikutip dari Kompas.tv, menurut Ahli Epidemiologi AS, Profesor Timothy David Spector, orang yang sudah melakukan vaksinasi Covid-19 dua kali lebih rendah resikonya tertular varian Omicron.
Namun, bukan berarti sudah kebal terhadap varian Omicron.
Profesor Timothy menyebut gejalanya akan lebih ringan dibanding mereka yang belum vaksin sama sekali.
Gejala Omicron orang yang divaksinasi lengkap secara umum sama seperti sakit tenggorokan, sakit kepala, dan bahkan diare.
"Gejala seperti flu termasuk pilek, sakit tenggorokan dan bersin terus-menerus menjadi lebih umum, bersama dengan sakit kepala dan batuk, terutama pada orang yang telah divaksinasi," ujar Prof Timothy.
"Ini menyebabkan gejala yang lebih mirip pilek biasa, terutama pada orang yang telah divaksinasi, dan lebih sedikit gejala sistemik umum, seperti mual, nyeri otot, diare, dan ruam kulit," ujarnya.
Menurut Prof Timothy, gejala Omicron ini juga ditemukan pada pasien yang sebelumnya sudah disuntik booster.
Gejala Omicron pada orang yang divaksinasi lengkap dan suntikan booster adalah sebagai berikut:
1. Pilek
2. Sakit tenggorokan
3. Bersin
4. Sakit kepala
5. Batuk
6. Mual
7. Nyeri otot
8. Diare
9. Ruam kulit
Kriteria Pasien Omicron Dinyatakan Sembuh
Terdapat beberapa kriteria pasien Omicron dinyatakan sembuh setelah menjalani isolasi mandiri (isoman).
Menurut Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron, berikut kriteria pasien yang sudah dinyatakan sembuh:
1. Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang tidak bergejala (asimptomatik), isolasi dilakukan selama minimal 10 (sepuluh) hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
2. Pada kasus konfirmasi Covid-19 dengan gejala, isolasi dilakukan selama 10 (sepuluh) hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
Dengan demikian untuk kasus-kasus yang mengalami gejala selama 10 (sepuluh) hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 hari.
Dalam hal masih terdapat gejala setelah hari ke 10 (sepuluh), maka isolasi mandiri masih tetap dilanjutkan sampai dengan hilangnya gejala tersebut ditambah 3 hari.
3. Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isoman/isoter dapat dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaan RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu pemeriksaan 24 jam.
Jika hasil negatif atau Ct>35 dua kali berturut-turut, maka dapat dinyatakan selesai isolasi/sembuh.
Pembiayaan untuk pemeriksaan ini dilakukan secara mandiri.
4. Pada kasus konfirmasi Covid-19 yang sudah mengalami perbaikan klinis pada saat isoman/isoter akan tetapi tidak dilakukan pemeriksaan NAAT termasuk pemeriksaat RT-PCR pada hari ke-5 dan ke-6 dengan selang waktu 24 jam, maka pasien harus melakukan isolasi sebagaimana ketentuan kriteria selesai isolasi/sembuh pada poin ke-2.
OTG dan Gejala Ringan Diimbau Isoman
Bagi pasien yang tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan, diimbau untuk melakukan isolasi mandiri (isoman).
Akan tetapi, tidak semua pasien Omicron dapat melakukan isoman.
Terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan pasien untuk bisa melakukan isoman.
Syarat dan ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/18/2022 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covid-19 Varian Omicron yang ditetapkan pada 17 Januari 2022.
Dalam surat edaran tersebut, ditetapkan bahwa pasien konfirmasi Covid-19 tanpa gejala dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri jika memenuhi syarat klinis dan syarat rumah.
Dikutip dari laman Kemenkes, dalam syarat klinis, pasien harus berusia 45 tahun ke bawah, tidak memiliki komorbid, dapat mengakses telemedicine atau layanan kesehatan lainnya.
Selain itu, pasien harus berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar.
Sedangkan dalam syarat rumah dan peralatan pendukung lainnya, pasien harus dapat tinggal di kamar terpisah.
Lebih baik lagi jika lantai terpisah, ada kamar mandi di dalam rumah terpisah dengan penghuni rumah lainnya, dan dapat mengakses pulse oksimeter.
Jika pasien tidak memenuhi syarat klinis dan syarat rumah, maka pasien harus melakukan isolasi di fasilitas isolasi terpusat.
Selama isolasi, pasien harus dalam pengawasan Puskesmas atau Satgas setempat.
Isolasi terpusat dilakukan pada fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau swasta yang dikoordinasikan oleh Puskesmas dan dinas kesehatan.***